Saturday 4 June 2016

SIPLO (Sistem Intensifikasi Potensi Lokal)



Dosen Universitas Islam Malang (Unisma) berhasil membuat terobosan baru dalam bidang pertanian dengan membuat teknik sistem intensifikasi potensi lokal (Siplo) yang diklaim mampu meningkatkan produktivitas pertanian. Teknik ini menggunakan metode penyetruman pada lahan pertanian.
Teknik ini hasil penelitian dari dosen Fakultas Pertanian Unisma, yaitu Sugiarto dan Hadi Sudjoni. Hasil penelitian ini juga diterapkan dalam pertanian dengan uji coba pada lahan pertanian padi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, serta Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sugiarto, dosen penemu tersebut mengemukakan alasan penelitian ini dilakukan karena melihat produktivitas tanaman padi di Indonesia masih rendah, 6-7 ton per hektare. Selain masih rendah, petani sangat tergantung pada pupuk buatan. Bahkan, mereka memberi pupuk pada tanaman dengan dosis tinggi. “Aplikasi pupuk buatan dengan dosis tingi telah berdampak pada unsur hara dalam tanah, memicu terjadinya ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah,” ujarnya kepada wartawan dalam rilis yang diberikan, Sabtu siang.
Menurut dia, sistem pertanian dengan bahan kimia tingi mengubah paradigma pemikiran petani dan meninggalkan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik dianggap kurang efektif karena kandungan unsur haranya relatif lebih rendah, sehingga kurang memberikan respon pada pertumbuhan tanaman.
Ia mengungkapkan, implementasi teknik pertanian dengan Siplo dinilai sebagai salah satu jalan keluar dari masalah pertanian. Teknik ini memaksimalkan potensi lokal tanah melalui rangsangan listrik untuk menyeimbangkan muatan positif dan negatif tanah yang berperan penting dalam proses penyediaan hara dalam tanah. Metode yang diterapkan dengan teknik penyetruman dimana lahan diinduksi selama pertumbuhan tanaman. Implementasi teknik Siplo dengan alat ini harus dilakukan di lahan dan dalam keadaan basah. “Dengan teknik penyetruman diharapkan seluruh potensi lokal seperti bahan organik, mikroorganisme dan unsur hara yang terserap dalam koloid tanah dapat dioptimalkan,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan ketutamanaan teknik ini bisa memperbaiki cara budidaya dengan optimalisasi unsur hara yang terserap, meningkatkan efisiensi biaya operasional pembelian pupuk anorganik. Selain itu, juga sebagai pengendali hama dalam tanah melalui gelombang elektro sehingga mengurangi biaya pembelian pestisida. Hasil tanaman diklaim tidak mengandung residu pestisida serta postur tanaman menjadi lebih kokoh maupun tidak mudah roboh.
Selain itu, ia juga mengatakan teknik ini mampu mengurangi serangan hama yang ada dalam tanah seperti orong-orong, keong emas, siput, dll. Bahkan, hasil pertumbuhan anakan padi juga bagus, berkisar 22 anakan dengan jumlah bulir per anakan mulai rata rata 270 bulir tanpa pemberian pupuk kimia pada lahan sawah yang subur kandungan bahan organiknya.
Ia berharap, teknologi ini bisa diterapkan pada seluruh lahan pertanian di Indonesia. Pihaknya pun sudah koordinasi dengan kementerian pertanian dengan penemuan ini, sehingga nantinya bisa diterapkan, guna meningkatkan produksi tanaman padi. (*)